STORY
10| KEGELISAHAN
Sebagai seorang penjaga kamar jenazah,
aku harus menguatkan mentalku karena bisa saja aku bertemu dengan sesuatu yang
tidak harus aku temukan. Aku berkerja di suatu rumah sakit Tokyo sebagai
pegawai disana. Berbagai macam jenis gangguan yang sering aku terima disana.
Mulai dari suara bisikan, hembusan angin di tengkuk dan sebagainya.
Meskipun aku sudah berkerja disana
selama 5 tahun, tapi gangguan dari mereka selalu membuatku kurang nyali. Jadi
pada akhirnya aku selalu meminta para senior untuk membantuku.
Namun, suatu hari aku mendapatkan shift
malam dan menjaga korban kecelakaan sendirian. Iya, sendirian. Aku sebenarnya
mau menolak saat itu tapi karena sudah bagian dari pekerjaanku, aku harus
melakukannya karena tidak ada pilihan lagi.
"Yuu-san, bisa kamu awasi jenazah
yang baru saja keluar dari kamar operasi?" Tanya kepala suster rumah
sakit.
"O-oh tentu saja..", aku
menerima sebuah angket keterangan jenazah. Jenazah kali ini yang aku awasi
adalah seorang anak lelaki, Mamoru kusaka 7 tahun. Aku merasa kasihan kepada
anak itu yang meninggal muda dan tidak bisa bermain-main lagi seperti biasanya.
"Kasihan... aku bisa membayangkan
perasaan orang tua anak ini..."
Ketika aku memasuki kamar jenazah, aku
melihat seorang wanita sedang duduk di samping jenazah.
Aku menduga kalau wanita itu adalah ibu
kandung korban.
"A-anu, nyonya.. aku turut berduka
cita mengenai apa yang terjadi pada anak nyonya... jadi..."
Wanita itu menatap wajahku dengan
tatapan kosong dan depressi yang kuat. Lalu dia hanya menganggukan kepalanya
saja dan kembali menatap jenazah anaknya.
Aku tidak tahu harus melakukan apapun
lagi, aku bukan tipe orang yang suka memberikan motivasi tapi aku merasa tanggung
jawab untuk menghibur keluarga korban.
Sebelum aku mendapatkan topik yang
ingin aku bahas dengan nyonya itu. Dia berkata " dulu... mamoru adalah
anak yang periang dan sangat aktif. Bahkan aku sendiri kesusahan merawat dan
mengurusnya. Semenja suamiku menceraikanku, aku harus berjuang merawat
mamoru."
"Hari itu, aku dan mamoru pergi
membelikan mobil mainan, karena dia sangat menyukai mobil. Dan mobil itu aku
membelikan untuknya sebagai hadiah ulang tahun... tapi... tapi..."
"Kejadiannya sangat cepat, aku
sempat melindungi mamoru dari luka tapi entah kenapa semua pandanganku menjadi
gelap"
"Lalu... lalu..."
Aku medengarkan cerita tragis itu tanpa
mengatakan nasehat atau apapun. Yang hanya bisa aku lakukan adalah mengatakan
"apa boleh buat, mereka sudah berusaha sebaik mungkin untuk merawat anak
nyonya. Semua sudah takdir...".
Nyonya itu terdiam sejenak. Nyonya itu
berdiri dan menatap tajam kepadaku, dia berkata " berani sekali kamu
mengatakan mamoru sudah tiada! Mamoru hanya tertidur saja. Dia pasti akan bangun!
Aku yakin dia pasti akan bangun!!!"
"Ta-tapi..."
Nyonya itu berhenti menatapku dan
memarahiku. Dia kembali tenang seperti biasanya dan duduk kembali di samping
jenazah anaknya.
Beberapa menit telah berlalu, nyonya
itu masih belum mengatakan apapun. Dia hanya duduk terdiam memandang dinding.
Sesekali aku melihatnya tertawa sendirian.
Saat itu, aku berasumsi bahwa tingkat
depresinya sudah cukup memprihatinkan. Aku perlahan mendekati nyonya itu, tapi
ketika aku sudah berada di dekatnya, aku melihat mobilan di bagian ritual doa,
sudah menghilang.
Dan aku melihat mobil itu berjalan
dengan sendirinya, seolah-olah ada yang memainkannya.
Nyonya itu tersenyum sembari berkata
" dasar.. anak ini memang tidak bisa diam. Mamoru.. jangan ganggu penjaga
itu ya..."
Eh, baru saja aku melihat nyonya itu
berbicara dengan sesuatu yang tidak bisa aku lihat.
Aku mulai merasakan sesuatu yang tidak
nyaman di dalan ruang ini. Tiba-tiba aku melihat ada gerakan pada penutup
jenazah.
Karena penasaran aku mencoba memastikan
apa yang baru saja terjadi.
Tapi, saat aku membuka penutup wajah
itu, aku melihat mata anak itu terbuka dan menatap dingin kepadaku.
Aku langsung memalingkan wajahku dan
merasakan jantungku berdetak dengam kencang.
Saat aku melihatnya lagi, mata anak itu
kembali tertutup. Aku langsung menutup kembali wajah anak itu dan bersikap
seperti biasa.
Aku menyadari kalau nyonya itu menatap
dingin kepadaku. Apa dia merasa tidak suka kalau aku mendekati anaknya? Apakah
aku baru saja melakukan sesuatu yang tidak dia sukai?
Tapi aku langsung menyadari bahwa sejua
dugaaku meleset. Dari tatapan matanya aku mengetahui kalau tatapannya kosong
dan dingin.
-Kring kring....
Lamunanku terhenti karena suara telepon
dalam ruangan itu. Aku segera meninggalkan nyonya itu dan menjawab teleponnya.
"Ha-halo..."
"Yuu-san kenapa lama sekali di
angkatnya sih... aku mau memberitahukan ada jenazah yang baru keluar dari kamar
operasi."
"Ada lagi?"
"Kok nanya lagi? Kan sudah jelas
di angkwt korban kan? Sebentar lagi jenazah akan kesana..."
"Tu-tunggu--"
Telepon sudah terputus. Aku langsung
mengecek lembaran kedua. Dan aku terkejut mengetahui bahwa foto korban sama
dengan nyonya yang ada di dalam ruangan ini.
Saat aku sadari, nyonya itu sudah
berada di depan mataku. Aku melihat matanya keluar darah dan kulitnya mulai
membiru.
"TOLONG SELAMATKAN
PUTRAKU!!!!"
"KALIAN DOKTERKAN? KENAPA KALIAN
MEMBIARKAN DIA MENINGGAL?"
"KENAPA? KENAPAAAA!!!!"
Nyonya itu meraih leherku dan
mencekikku dengan sangat kuat sekali. Nafasku mulai terganggu dan aku berusaha untuk
melepaskan diri.
Aku berhasil melepaskan diri dan keluar
dari kamar itu. Dari kejauhan aku melihat kepala suster dan para petugas
lainnya membawa jenazah yang satu lagi.
Aku melihat jenazah itu adalah nyonya
tadi. Ternyata kekhawatiran seorang ibu kepada anaknya tidak pernah hilang
meskipun ajal menjemput.
Nyonya yang tadi aku temui merupakan
bentuk kekhawatiran kepada anaknya. Bahkan di saat menjelang ajal, di masih
memikirkan kondisi anaknya.
0 komentar:
Posting Komentar