Rabu, 26 Oktober 2016

A Tale of Scary Story - Chapter 10

STORY 10| KEGELISAHAN
Sebagai seorang penjaga kamar jenazah, aku harus menguatkan mentalku karena bisa saja aku bertemu dengan sesuatu yang tidak harus aku temukan. Aku berkerja di suatu rumah sakit Tokyo sebagai pegawai disana. Berbagai macam jenis gangguan yang sering aku terima disana. Mulai dari suara bisikan, hembusan angin di tengkuk dan sebagainya.

Meskipun aku sudah berkerja disana selama 5 tahun, tapi gangguan dari mereka selalu membuatku kurang nyali. Jadi pada akhirnya aku selalu meminta para senior untuk membantuku.

Namun, suatu hari aku mendapatkan shift malam dan menjaga korban kecelakaan sendirian. Iya, sendirian. Aku sebenarnya mau menolak saat itu tapi karena sudah bagian dari pekerjaanku, aku harus melakukannya karena tidak ada pilihan lagi.

"Yuu-san, bisa kamu awasi jenazah yang baru saja keluar dari kamar operasi?" Tanya kepala suster rumah sakit.

"O-oh tentu saja..", aku menerima sebuah angket keterangan jenazah. Jenazah kali ini yang aku awasi adalah seorang anak lelaki, Mamoru kusaka 7 tahun. Aku merasa kasihan kepada anak itu yang meninggal muda dan tidak bisa bermain-main lagi seperti biasanya.

"Kasihan... aku bisa membayangkan perasaan orang tua anak ini..."
Ketika aku memasuki kamar jenazah, aku melihat seorang wanita sedang duduk di samping jenazah.

Aku menduga kalau wanita itu adalah ibu kandung korban.

"A-anu, nyonya.. aku turut berduka cita mengenai apa yang terjadi pada anak nyonya... jadi..."

Wanita itu menatap wajahku dengan tatapan kosong dan depressi yang kuat. Lalu dia hanya menganggukan kepalanya saja dan kembali menatap jenazah anaknya.

Aku tidak tahu harus melakukan apapun lagi, aku bukan tipe orang yang suka memberikan motivasi tapi aku merasa tanggung jawab untuk menghibur keluarga korban.
Sebelum aku mendapatkan topik yang ingin aku bahas dengan nyonya itu. Dia berkata " dulu... mamoru adalah anak yang periang dan sangat aktif. Bahkan aku sendiri kesusahan merawat dan mengurusnya. Semenja suamiku menceraikanku, aku harus berjuang merawat mamoru."

"Hari itu, aku dan mamoru pergi membelikan mobil mainan, karena dia sangat menyukai mobil. Dan mobil itu aku membelikan untuknya sebagai hadiah ulang tahun... tapi... tapi..."
"Kejadiannya sangat cepat, aku sempat melindungi mamoru dari luka tapi entah kenapa semua pandanganku menjadi gelap"

"Lalu... lalu..."

Aku medengarkan cerita tragis itu tanpa mengatakan nasehat atau apapun. Yang hanya bisa aku lakukan adalah mengatakan "apa boleh buat, mereka sudah berusaha sebaik mungkin untuk merawat anak nyonya. Semua sudah takdir...".

Nyonya itu terdiam sejenak. Nyonya itu berdiri dan menatap tajam kepadaku, dia berkata " berani sekali kamu mengatakan mamoru sudah tiada! Mamoru hanya tertidur saja. Dia pasti akan bangun! Aku yakin dia pasti akan bangun!!!"

"Ta-tapi..."

Nyonya itu berhenti menatapku dan memarahiku. Dia kembali tenang seperti biasanya dan duduk kembali di samping jenazah anaknya.
Beberapa menit telah berlalu, nyonya itu masih belum mengatakan apapun. Dia hanya duduk terdiam memandang dinding. Sesekali aku melihatnya tertawa sendirian.

Saat itu, aku berasumsi bahwa tingkat depresinya sudah cukup memprihatinkan. Aku perlahan mendekati nyonya itu, tapi ketika aku sudah berada di dekatnya, aku melihat mobilan di bagian ritual doa, sudah menghilang.

Dan aku melihat mobil itu berjalan dengan sendirinya, seolah-olah ada yang memainkannya.

Nyonya itu tersenyum sembari berkata " dasar.. anak ini memang tidak bisa diam. Mamoru.. jangan ganggu penjaga itu ya..."
Eh, baru saja aku melihat nyonya itu berbicara dengan sesuatu yang tidak bisa aku lihat.

Aku mulai merasakan sesuatu yang tidak nyaman di dalan ruang ini. Tiba-tiba aku melihat ada gerakan pada penutup jenazah.
Karena penasaran aku mencoba memastikan apa yang baru saja terjadi.

Tapi, saat aku membuka penutup wajah itu, aku melihat mata anak itu terbuka dan menatap dingin kepadaku.

Aku langsung memalingkan wajahku dan merasakan jantungku berdetak dengam kencang.
Saat aku melihatnya lagi, mata anak itu kembali tertutup. Aku langsung menutup kembali wajah anak itu dan bersikap seperti biasa.

Aku menyadari kalau nyonya itu menatap dingin kepadaku. Apa dia merasa tidak suka kalau aku mendekati anaknya? Apakah aku baru saja melakukan sesuatu yang tidak dia sukai?

Tapi aku langsung menyadari bahwa sejua dugaaku meleset. Dari tatapan matanya aku mengetahui kalau tatapannya kosong dan dingin.

-Kring kring....

Lamunanku terhenti karena suara telepon dalam ruangan itu. Aku segera meninggalkan nyonya itu dan menjawab teleponnya.

"Ha-halo..."
"Yuu-san kenapa lama sekali di angkatnya sih... aku mau memberitahukan ada jenazah yang baru keluar dari kamar operasi."

"Ada lagi?"
"Kok nanya lagi? Kan sudah jelas di angkwt korban kan? Sebentar lagi jenazah akan kesana..."

"Tu-tunggu--"

Telepon sudah terputus. Aku langsung mengecek lembaran kedua. Dan aku terkejut mengetahui bahwa foto korban sama dengan nyonya yang ada di dalam ruangan ini.

Saat aku sadari, nyonya itu sudah berada di depan mataku. Aku melihat matanya keluar darah dan kulitnya mulai membiru.

"TOLONG SELAMATKAN PUTRAKU!!!!"
"KALIAN DOKTERKAN? KENAPA KALIAN MEMBIARKAN DIA MENINGGAL?"
"KENAPA? KENAPAAAA!!!!"

Nyonya itu meraih leherku dan mencekikku dengan sangat kuat sekali. Nafasku mulai terganggu dan aku berusaha untuk melepaskan diri.

Aku berhasil melepaskan diri dan keluar dari kamar itu. Dari kejauhan aku melihat kepala suster dan para petugas lainnya membawa jenazah yang satu lagi.
Aku melihat jenazah itu adalah nyonya tadi. Ternyata kekhawatiran seorang ibu kepada anaknya tidak pernah hilang meskipun ajal menjemput.

Nyonya yang tadi aku temui merupakan bentuk kekhawatiran kepada anaknya. Bahkan di saat menjelang ajal, di masih memikirkan kondisi anaknya.


0 komentar:

Posting Komentar