STORY
18| KAGOME-KAGOME
Dahulu sekali semasa zaman perang dunia
ke masih menjadi momok yang menakutkan di dunia, terdapat sebuah legenda yang
mengerikan. Legenda tersebut konon sudah ada pada zaman itu, dimana orang-orang
Jerman memutuskan untuk membuat suatu eksperimen aneh.
Ya, sebuah eksperimen yang melibatkan
manusia terutama anak-anak pilihan yang dipilih langsung oleh orang-orang dari
Jerman tersebut.
Pernah kalian mengenal permainan tradisional jepang yang bernama Kagome-Kagome?
Permainan ini sering sekali dimainkan oleh anak-anak di zaman dahulu, mungkin
ada sebagian yang masih memainkan tanpa mengetahui legenda yang tersembunyi
dibaliknya.
Permainan ini terdiri dari beberapa
orang yang membentuk sebuah lingkaran dengan saling berpegangan tangan satu
sama lain sembari menyanyikan lagu “Kagome-Kagome”. Di dalam lingkaran,
terdapat satu pemain yang jongkok dalam keadaan mata ditutup dengan kain atau
sejenis-nya. Dan ketika lagu habis, salah satu dari mereka merangkul leher-nya
sembari mengucapkan “Siapa yang memeluk-mu dari belakang?”. Si pemain yang di
rangkul harus menebak siapa yang merangkul-nya, jika salah, si pemain akan
diberikan hukuman bagi yang merangkul. Dan jika benar, maka permainan akan
dilanjutkan dengan pemain yang lain-nya.
Aku sering memainkan permainan ini di
masa lalu bersama dengan teman-teman-ku. Kami selalu melakukan permainan ini
usai sekolah berakhir dan berkumpul di sebuah taman untuk memulai permainan
tersebut.
Saat ini usia-ku menanjak ke 23 tahun, dan kini aku bekerja sebagai freelance
jurnalis pada suatu media supernatural di jepang. Aku sudah menulis berbagai
macam jenis kegiatan supernatural mulai dari Sadako, Kayako, Reiko Kashima, dan
anak jerami.
Dan pada hari ini, aku akan menulis
pengalaman yang tidak pernah aku lupakan hingga aku tiada nanti. Mungkin
sebagian orang berpendapat bahwa legenda tidak selamanya benar, tapi
berdasarkan pengalaman yang aku peroleh selama menyelidiki legenda tersebut,
aku dapat menepis penyataan tersebut.
Legenda yang hampir membuat-ku terjebak
di dalam dunia lain ialah Kagome-Kagome. Aku bekerja hanya dibantu oleh
pengetahuan dan nyali-ku sendiri. Tidak ada asisten ataupun semacam-nya, kau
tahu? terkadang menjadi freelance jurnalis kebanyakan makan hati.
Sebelum aku menyelusuri legenda tersebut lebih jauh lagi, aku memerlukan
pengetahuan dari berbagai macam narasumber. Setiap aku menyelidiki suatu fakta,
aku selalu merekam dengan video kamera murahan selama puluhan tahun silam.
“EHEM! Sato Kazuma disini”
“Seperti yang kalian lihat sekarang, aku sedang mewawancarai seorang wanita
cantik, Himawari-san”
[“HEEE? Kazuma-kun, jangan bercanda
ah—“]
“Aku mengatakan yang sebenarnya, lihat ke kamera, tersenyum dong”
Aku melihat wajah Himawari dari balik
kamera murahan, tapi kecantikan tidak pernah luntur meskipun dengan kamera murahan
seperti ini.
“Baiklah lelucon sudah berakhir. Bisa
aku memulai menanyakan-mu sesuatu, Himawari-san?”
“Nah gitu dong, aku jadi tidak banyak buang waktu-ku disini. Tapi rekaman yang
tadi di cut ya? Malu tahu?”
“Hah? Yang mana?”
“GEE------“
“Ba-baiklah, aku akan mengeditnya, ha
ha ha”
Saat Himawari menanyakan itu, aku tidak
bisa mengatakan tidak kepada-nya, terutama saat dia melihat-ku dengan wajah
yang menggemaskan seperti tadi. Sial, seharusnya aku merekam saat wajah-nya
semanis itu, mungkin ini akan menjadi rekaman seumur hidup-ku!
“Jadi gini nih, dengarkan ya?”
“Baiklah?”
“Legenda Kagome-Kagome itu ternyata
benar adanya loh? Aku menemukan artikel tua yang menjelaskan legenda tersebut”
Aku menyuruh Himawari untuk menunjukkan ke depan kamera sehingga aku bisa
merekam artikel tua tersebut sebagai referensi-ku nanti.
“Lihat? Disini dikatakan bahwa ada
sebuah percobaan yang mengerikan terhadap anak-anak di panti asuhan di zaman
perang dunia ke II. Dan ilmuwan yang bertanggung jawab saat itu, adalah
orang-orang Jerman yang ditugaskan kesana…”
“Heee? Lalu penelitian apa yang sedang
mereka lakukan saat itu? Tunggu!”
Aku mengambil potongan artikel tersebut
dengan tangan-ku yang tidak memegang kamera, aku menyadari bahwa tulisan itu
merupakan bahasa Jerman! Aku terkejut, dia bisa membaca koran asing tersebut
dengan mudah.
“Kenapa, Kazuma-kun?”
“Tidak—hanya saja aku terkejut kalau kamu bisa mengerti bahasa Jerman dengan
baik”
“He he he, jangan remehkan aku ya…”
“EHEM! Kembali ke topik pembahasan
kita. Mengenai penelitian yang mereka lakukan adalah mencari tombol kehidupan
yang tersimpan di dalam otak manusia. Mereka percaya bahwa jika mereka
menemukan tombol tersebut maka seseorang yang sudah mati dapat dihidupkan
kembali”
“Tombol? Dihidupkan kembali?
Maksudnya?”
“Aku sendiri juga tidak tahu pasti sih, tapi menurut-ku, mereka ingin
menghidupkan kembali para prajurit yang tewas dalam perang. Kau tahu? ketika
tombol itu tidak rusak, meskipun tubuh dalam keadaan hancur, maka dia tetap
bisa hidup abadi selamanya!”
“Mengerikan sekaligus menjijikkan! Aku
tidak bisa membayangkan kalau ada seseorang dengan muka hancur berjalan dan
berkeliaran dimana-mana dalam kondisi tersebut”
“Serem bukan? Aku saja tidak sanggup membayangkan-nya”
Aku melihat ada beberapa photo yang terpampang dalam artikel tersebut. Mereka
terdiri dari 3 orang dewasa dan 5 orang anak-anak dari berbagai macam usia.
“Umm, apa orang-orang ini yang menjadi
bahan penyelidikan mereka?”
“Ya, daripada menyebut sebagai bahan penyelidikan, korban menjadi cocok untuk mereka”
Setelah mendapatkan informasi penting,
aku mematikan video kamera-ku dan meminta izin untuk kembali. Himawari terlihat
kecewa karena aku tidak menerima ajakan-nya untuk makan malam bersama, tapi aku
sudah memesan pizza di jam 6 sore, jadi aku harus cepat kembali ke
apartemen-ku.
-!!-
Sesampai aku di kamar-ku, aku langsung
mengambil memory card dalam kamera video dan menyimpan ke dalam komputer
kerja-ku. Aku me-scan artikel tua dalam bahasa Jerman tersebut dan menyimpan ke
dalam folder penelitian-ku.
Dengan penerangan seadanya, aku mencoba menganalisa artikel tersebut. Butuh
beberapa menit agar aku bisa menulis mengenai artikel tersebut, setelah aku
menyimpulkan analisa-ku, aku langsung menuangkan ke dalam tulisan-ku. Jari
jemari-ku bergerak dengan lincah, seiring ide di dalam kepala-ku terus
bermunculan.
Saat aku menyelesaikan ketikan-ku, aku
menoleh jam dinding dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. Mata-ku
mulai lelah dan otak-ku mulai berdenyut. Pertanda bahwa aku harus mengakhiri
kerjaan-ku hari ini dan segera tidur untuk kesehatan sendiri.
Setelah aku membereskan semua-nya, aku
langsung merebahkan tubuh-ku ke atas Futon dan memejamkan mata-ku. Tidak perlu
lama agar aku bisa tertidur, dan tanpa aku sadari akhirnya tertidur juga.
“Loh? Kenapa aku berada di depan sebuah
gedung tua kosong?”
“Kenapa aku merasa ada seseorang yang menanti di dalam sana?”
Aku bermimpi, aku bermimpi berada di
depan sebuah gedung besar yang sudah tidak terawat. Aku melihat dinding-dinding
sudah retak dimana-mana dan berlumut. Aku berjalan perlahan mendekati gedung
tersebut dan tanpa sadar aku menginjak sesuatu.
“Hmm, panti asuhan Hiragaoka. Tunggu,
aku seperti-nya mengenal baik nama tersebut”
Aku memperhatikan di sekitar gedung tersebut, tanpa sadar airmata-ku mengalir.
Ya, aku mengingat dengan jelas bahwa aku sempat menjadi dari bagian panti
asuhan ini. Sejak kecil, aku tidak mengetahui siapa orang tua-ku yang
sebenarnya. Alasan-ku yang paling logis adalah orang tua-ku tidak menginginkan
keberadaan-ku dan akhirnya berakhir di panti asuhan seperti ini.
“Benar juga. Panti asuhan ini adalah
tempat aku dibesarkan. Tapi semenjak aku keluar dari sana, aku tidak pernah
mendengar kabar dari teman-teman-ku disana. Dan beberapa tahun setelah-nya, aku
kembali dan panti asuhan sudah dipindahkan. Tapi aku rasa disini tempat-nya”
Aku berjalan lebih dalam lagi dan
membuka pintu besar yang sudah berlumut tersebut. Pintu tersebut sudah berlumut
dan berkarat, aku membutuhkan banyak tenaga agar bisa membuka pintu tersebut.
Dengan susah payah, aku mendorong pintu tersebut hingga terbuka sedikit.
Bau lembab langsung mengusik hidung-ku. Aku terus memaksa membuka pintu
tersebut hingga terdapat cukup celah agar aku bisa memasuki-nya.
Saat aku berada di dalam, aku berada di
lorong-lorong utama yang sudah sangat berdebu dan berantakan. Di dinding,
terdapat berbagai macam gambar anak-anak. Aku memeriksa setiap gambar tersebut
dengan senter.
“A-apaan ini?”
Aku melihat gambar yang aneh. Aku
melihat sesuatu yang tidak mungkin anak-anak menggambar-nya. Aku melihat
berbagai macam orang dalam keadaan tidak lengkap. Aku melihat ada seseorang
yang mirip perawat sedang terduduk lemas di dinging dengan kayu yang menyangkut
di kepala-nya. Aku melihat ada seseorang yang sedang tersenyum memegang sebuah
kepala anak kecil yang berlumuran darah.
“Apa benar, anak-anak yang menggambar
mengerikan seperti ini?”
Aku terus melihat semua gambar tersebut
hingga pada gambar terakhir. Gambar terakhir ini sangat berbeda dengan yang
lain, masih bersih seolah-olah baru saja ditempel disana. Gambar kali ini,
menunjukkan sepasang suami istri yang sedang menggendong seorang bayi tanpa
kepala.
Mereka tersenyum melihat bayi tanpa
kepala itu, di samping mereka, terdapat anak-anak lain dalam kondisi yang tidak
lengkap. Bahkan ada hanya setengah badan terlihat disana.
-HI HI HI HI
“Hmm?”
-HI HI HI HI
“Suara tawa? Anak kecil?”
-Dia datang, akhirnya dia datang
-Heeh. Dia sudah besar ya…
-Tapi apa benar dia orang itu?
-Aku yakin, aku mengenal wajah-nya!
-Heeh?
Aku mendengar suara beberapa anak yang
terlihat sedang membicarakan tentang-ku. Aku melihat diseluruh sudut
lorong-lorong, tetapi tidak menemukan siapapun. Lalu aku melihat sekumpulan
bayangan yang menyerupai anak-anak, tidak berapa lama menghilang.
Suara yang misterius dari anak-anak itu
lenyap begitu saja. Aku merasakan sesuatu sedang menusuk-ku dari belakang. Aku
melihat dengan jelas pedang tajam menembus perut-ku dari belakang. Aku melihat
darah segar mengalir dari luka tersebut.
“UKH---“
Aku mengeluarkan darah dari mulut-ku
dan pandangan-ku langsung memerah. Dari belakang, aku melihat seorang wanita
dengan tanpa rahang sedang menusuk-ku terus hingga aku terduduk lemas. Di
samping-ku, aku mulai menyadari ada banyak anak-anak sedang mengelilingi-ku
sembari tersenyum mengerikan.
“GLEMAIHIN--------YUK------“
Aku mendengar suara wanita tanpa rahang
itu, suara yang dihasilkan tidak jelas tapi aku bisa memahami apa yang dia
katakan kepada-ku. Tidak berapa lama kemudian aku pingsan tidak sadarkan diri.
-!!-
“WAAAAAAAAAAAAAAH”
Aku menjerit histeris dan langsung
terbangun dari mimpi buruk tersebut. Aku memeriksa perut-ku dan setelah merasa
semua baik-baik saja, aku langsung menenangkan pikiran dan tubuh-ku. Aku
membasahi baju tidur-ku bahkan futon-ku sendiri.
“Mimpi? Tapi kenapa terasa seperti
nyata?”
Aku langsung bangkit dari futon-ku dan
mengambil beberapa bir dingin untuk melepaskan penat-ku. Jam masih menunjukkan
3 pagi, dan terima kasih karena mimpi itu, aku akhirnya terjaga semalaman
hingga pagi menyambut-ku kembali.
Sesuai sarapan, aku menerima telepon
dari Himawari bahwa dia menemukan sebuah lokasi dimana kejadian tersebut
terjadi. Dan akhirnya aku memutuskan kesana untuk mengembangkan penelitian-ku.
Tapi kali ini, Himawari ingin ikut serta dalam perjalanan-ku. Awalnya aku menolak,
tapi kemampuan paranormal darinya sangat membutuhkan perhatian-ku, akhirnya aku
menerima dia sebagai asisten pribadi-ku.
Lokasi yang kami kunjungi adalah gedung
penelitian yang merangkap sebagai panti asuhan sekaligus. Gedung tersebut
bernama ‘SCHAMEWISKI’. Pemerintah jepang saat itu, menyediakan fasilitas yang
mereka butuhkan termasuk kelinci percobaan mereka. Lokasi tersebut tersembunyi
di dalam hutan yang terletak dari suatu desa yang bernama Hirigahara.
Untuk sampai ke gedung tersebut tidaklah mudah, kami harus melewati beberapa
jalan sempit dan curam, salah gerak sedikit saja maka nyawa kami akan berakhir
dengan cepat. Kami sampai ke lokasi tersebut menjelang sore.
“Akhirnya sampai juga, Kazuma-kun, aku
saja yang merekam kegiatan kali ini ya…”
Himawari meraih kamera digital dari dalam ransel-ku dan mulai meliput kegiatan
kami. Saat pertama kali aku melihat gedung ini, aku langsung menyadari bahwa
tempat ini sangat mirip dengan yang ada di dalam mimpi-ku semalam.
Dan sesuai dugaan-ku, aku menemukan sebuah
palang yang menyatakan nama panti asuhan tersebut. Aku mulai merasa sesuatu
yang mengerikan akan terjadi, tapi aku harus mengambil resiko agar bisa
menyampaikan hasil penelitian-ku kepada dunia. Mungkin dengan mengungkap
legenda ini maka akan terpecahkan suatu misteri selama ratus tahun silam.
Aku mendorong pintu tersebut dengan
sangat kuat karena aku merasa bahwa gedung ini sama persis yang ada di dalam
mimpi-ku. Lorong-lorong di dalam-nya masih sama, gambar anak-anak yang
mengerikan tertempel di dinding. Aku menelan ludah-ku sendiri dan mengajak
Himawari mengikuti kegiatan-ku hingga berakhir.
“Kazuma-kun, katakan sesuatu dong”
[“Eh? Hari ini kami sedang menyelidiki sebuah gedung penelitian tua dimana
sekaligus sebagai tempat asuhan di masa lalu”]
[“Seperti yang kalian lihat?
Lorong-lorong utama yang lembab dan tidak terawat menunjukkan bahwa gedung ini
sudah lama sekali ditinggalkan oleh pemilik-nya”]
Aku menjelaskan apa yang aku lihat dan
sentuh di depan kamera dengan tanpa jeda sedikitpun. Semakin dalam kami
menyelusuri lorong-lorong tersebut, semakin lembab di dalam-nya. Hingga kami
menemukan sebuah pintu besi yang sudah sangat berkarat.
“Hmm, disana tertulis, ruang kesehatan?
Apa ini ruang penelitian mereka? Benar gak? Kazuma-kun?”
[“Mungkin-saja! Sial tidak terbuka…”]
Aku terus mendorong dengan sekuat
tenaga, namun tidak bisa terbuka sedikitpun. Akhirnya kami meninggalkan lokasi
tersebut dan melewati jalan lain. Kami sampai di sebuah 4 simpang. Kami
menyadari bahwa gedung ini, mirip seperti labirin! Salah belok maka kami tidak
akan pernah keluar selama-nya.
[“Himawari-san? Kenapa kamu terus
menoleh ke belakang terus?”]
“Eh? Kazuma-kun, apa kamu mendengar suara langkah kaki yang berat?”
[“Hah? Tidak tuh…”]
“Tapi…, suaranya makin jelas loh…”
Himawari mulai ketakutan lalu dia
mematikan kamera video dan berjalan dengan cepat di depan-ku.
“Oi, Jangan cepat-cepat, bisa gawat
kalau kita terpisah! Himawari-san!!”
Aku meninggikan suara-ku sehingga suara tersebut menggema di lorong-lorong yang
sempit itu. Semakin dalam, kami melewati jalan yang sempit. Dan akhirnya kami
menemukan pintu yang lain-nya.
“Tulisan ini-kan…, Himawari tolong
terjemahkan”
Himawari masih saja menoleh ke belakang
dengan ketakutan, akhirnya dia membacakan tulisan bahasa Jerman itu untuk-ku
meskipun dia sepertinya mulai enggan melakukan-nya.
“Disini,,, dikatakan kalau ruang ini
adalah ruang bedah…”
“Apa? Ruang bedah?”
Aku mulai membayangkan para ilmuwan
gila itu melakukan pembedahan kepala anak-anak itu dengan cara yang mengerikan
disini. Himawari mencoba menekan gagang pintu yang terbuat dari kayu itu. Dan
seperti yang kami duga, pintu tersebut bisa dbuka!
-HA-HA-HA-HA
-HA-HA-HA-HA
-HI-HI-HI-HI-HI
Kami mendengar suara tawa beberapa anak
kecil dari dalam ruang gelap dan lembab tersebut. Tidak berapa lama kemudian
lampu tiba-tiba hidup dengan sendiri-nya. Pemandangan kami langsung tertuju
kepada noda darah yang berserakan dimana-mana.
Kami melihat darah segar menempel di
meja operasi yang berderet hingga menuju ke ruang lain-nya. Bau amis yang sangat
kental disana, membuat kami mau mengeluarkan semua isi perut karena bau
tersebut menyiksa hidung kami.
[Himawari-san, tetap seperti itu. Rekam
semua yang ada disini…”]
“Tapi…, bau-nya ini membuat-!!!”
Himawari akhirnya tidak bisa menahan
diri dan muntah di depan-ku. Keringat dingin membasahi wajah-nya dan
airmata-nya mulai mengalir.
“Himawari-san, lebih baik kamu keluar
saja dari sini. Kalau kamu mengikuti rute sebelum-nya pasti akan cepat keluar”
“Lalu, Kazuma-kun?”
“Aku? Tentu saja aku akan terus menyelidiki-nya”
Himawari terlihat bingung harus
melakukan apa, aku terus membuat dia mengerti situasi-nya saat ini. Akhirnya
dia menyerahkan kamera video dan keluar dari dalam ruang tersebut. Setelah
memastikan Himawari sudah tidak berada di dalam ruangan ini, aku melanjutkan
penyelidikan-ku.
-Dia datang, akhirnya dia datang
-Heeh. Dia sudah besar ya…
-Tapi apa benar dia orang itu?
-Aku yakin, aku mengenal wajah-nya!
-Heeh?
Aku sepertinya pernah mendengar
percakapan aneh itu. Aku terus berjalan sembari mengawasi disekeliling-ku tanpa
melewatkan pandangan sedetik-pun.
“Paman….”
Aku mendengar suara anak perempuan
kecil di belakang-ku. Aku merasakan baju-ku ditarik-tarik sama persis yang
anak-anak biasa lakukan. Saat aku menoleh, aku melihat seorang anak perempuan
yang umur-nya sekitar 5 tahun sedang melihat-ku dengan tatapan kosong.
Aku menyadari bahwa anak itu sedang
memegang sebuah boneka yang sudah usang. Tidak berapa lama kemudian aku melihat
anak-anak lain keluar entah darimana menghampiriku.
“Paman, main yuk?” sahut perempuan yang
sedang memegang boneka itu. Aku melihat tangan-nya yang kurus memegang baju-ku
dengan sedikit gemetar. Tapi sorot mata-nya tetap menunjukkan kekosongan. Aku
menjadi ketakutan sendiri, lalu aku berkata “Ma-main apa?”.
Anak-anak lain terlihat saling berbisik
satu sama lain sembari terus melirik kepada-ku. Lalu seorang perempuan yang
terlihat sedikit lebih tua dari mereka, mungkin sekitar SMP, menghampiri-ku dan
berkata “Kagome-Kagome! Permainan favorit kami semua”.
“Kagome-Kagome?”
Tanpa mendengar dari jawaban-ku, mereka
langsung mengelilingi-ku. Anak-anak tersebut ada 5 orang, salah satu dari
mereka memberikan aku penutup mata dan menyuruh-ku jongkok.
-KAGOME KAGOME, KAGO NO TORI WA
-ITSU ITSU DEYARU? YOAKE NO BAN NI
-TSURU TO KAME TO SUBETTA
Mereka menyanyikan lagu tersebut
sembari terus memutar mengelilingi-ku berulang kali. Meskipun aku tidak melihat
wajah mereka, aku merasa bahwa mereka menatap-ku dengan dingin. Sungguh, aku
bisa merasakan-nya hingga ke tulang-ku.
Lalu aku merasa ada seseorang yang sedang merangkul-ku dari belakang dan
berkata “-USHIRO NO SHOUMEN DAARE? [coba tebak siapa yang memeluk-mu?]. Aku
bisa merasakan desir darah-ku mengalir dengan cepat, keringat dingin mulai
membasahi-ku dan tubuh-ku tidak berhenti bergemetar.
“Tatsuya….”
Aku menyebut nama teman-ku di masa
lalu, aku tidak tahu kenapa mengatakan nama itu. Tapi aku merasakan bahwa orang
yang memeluk-ku adalah Tatsuya Hajime. Aku membuka penutup mata-ku dan lampu
sudah mati, hanya kegelapan yang mengelilingi-ku.
Anak-anak yang bermain dengan-ku sudah
menghilang, tidak terkecuali yang merangkul-ku dari belakang. Aku menghidupkan
kembali senter-ku dan melihat sekumpulan anak-anak kecil sedang berdiri
mematung melihat-ku.
Aku melihat beberapa anak yang aku kenal, jantung-ku berdetak dengan kencang.
Airmata-ku mengalir tanpa aku sadari.
“Tatsuya? Hiromi-chan? Kak Ayumi?
Bahkan Natsumi-chan juga?”
Aku melihat mereka dalam kondisi yang mengerikan. Tatsuya sudah kehilangan
sebagian kepala-nya, Hiromi tidak mempunyai mata dan telinga lagi, Kak Ayumi
sudah tidak mempunyai tubuh bagian bawah dan muka-nya penuh luka sayatan, dan
Natsumi. Anak paling muda yang aku kenal, padahal umur-nya baru menginjak 1
tahun, tapi saat ini dia tidak punya kepala lagi. Aku bisa mengenal-nya dari
kalung yang kami buat bersama-sama di masa lalu.
“A-aku pikir, kalian sudah pindah
duluan dari-ku. Tapi aku tidak menyangka kalau kalian berakhir disini…”
“Kazu-kun sudah besar sekarang. Kami selalu menunggu-mu selama puluhan tahun
disini. Di ruang gelap ini, dingin. Kami tidak hidup ataupun mati, kami semua
terperangkap disini…”
Aku mendengar suara yang lembut itu,
Kak Ayumi! Ya aku sangat merindukan suaranya yang lembut. Dia merupakan sosok
bagaikan ibu-ku. Tapi aku melihat dia sudah dalam kondisi seperti itu.
“Kazuma, berbagunglah dengan kami?
bersama dengan anak-anak yang lain” kata Tatsuya sembari menunjukkan anak-anak
yang lain sedang berada di belakang mereka berempat. Sebagian anak-anak itu,
terpampang di dalam artikel tua tersebut.
“Kazu-kun, kami semua sangat
merindukan-mu. Bergabunglah dengan kami…”
Kak Ayumi masih sama seperti yang dulu, meskipun wajah penuh luka, aura keibuan
masih terasa oleh-ku. Tanpa aku sadari, aku berjalan menuju ke tempat mereka.
Dalam pikiran-ku saat itu, hanya satu! Bergabung dengan Kak Ayumi dan yang
lain-nya.
“KAZUMA-KUN!!!!! JANGAN KESANA!!!”
Aku menghentikan langkah-ku dan melihat
Himawari sedang melihat-ku dari belakang sembari menekan terluka pada
lengan-nya.
“DENGAR KAZUMA-KUN! MEREKA BUKAN ROH
YANG MURNI! MEREKA SEDANG DIKUASAI OLEH SESEORANG DISINI!”
“Apa maksudmu? Lihat mereka! Mereka
masih hidup! Ternyata tombol kehidupan itu benar adanya”
Aku memperlihatkan semua anak-anak yang tidak lengkap seolah-olah tidak sesuatu
yang aneh kepada mereka. Himawari menggelengkan kepala-nya lalu dia segera
berlari menghampiri-ku dan langsung menarik tangan-ku dengan kuat.
-BRAKKK
Aku melihat seorang wanita tanpa rahang
mengayunkan pedang ke arah-ku. Pedang tersebut menghancurkan kayu yang sudah
rapuh itu dengan mudah. Himawari terus menampar-ku berulang kali hingga
akhirnya aku sadar apa yang terjadi.
Tatsuya dan yang lain-nya perlahan
berubah menjadi roh yang jahat. Mereka mulai mendekati kami dengan sangat
menakutkan. Aku sendiri tidak mempercayai semua ini, lalu aku langsung menarik
tangan Himawari dan keluar dari ruangan tersebut.
“Kenapa kamu kembali?”
“Saat aku kembali ke jalur tadi, aku dihadang oleh wanita tadi dan
menyerang-ku. Aku masih sempat menghindar tapi tebasan pedang-nya melukai-ku”
“Siapa sebenarnya wanita itu?!!!”
Himawari menoleh ke belakang dan melihat wanita tanpa rahang itu berlari dengan
sangat kencang sembari mengayunkan pedang-nya.
“KYAAAAAAAAAAA”
Aku dan Himawari terus berlari
menelusuri jalur yang sama seperti sebelum-nya. Dan tidak berapa lama kemudian,
kami berhasil melewati ancaman tersebut dan berhasil keluar dari gedung itu.
Kami melihat wanita itu berdiri mematung di depan pintu tersebut. Sepertinya
dia tidak bisa melewati lebih dari itu. Di jendela, aku melihat Tatsuya dan
yang lain-nya sedang menatap kami dengan dingin.
-!!-
Beberapa hari setelah kejadian itu, Himawari akhirnya menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi.
“Dahulu, panti asuhan itu dimiliki oleh
sepasang suami istri yang tidak mempunyai anak. Mereka mengambil anak-anak yang
terlantar di jalanan dan mengadopsi mereka seperti anak sendiri. Suatu hari,
orang Jerman menguasai panti asuhan mereka dan melakukan percobaan ilegal.
“Semua pengasuh yang ada disana
dibantai habis, dan yang tersisa adalah sepasang suami istri dan anak-anak asuh
mereka. Satu persatu mereka membongkar kepala anak-anak itu tanpa obat bius
sedikitpun. Hampir tiap malam, terdengar suara jeritan anak-anak yang dibedah
kepala-nya,
“Satu persatu, anak asuh mereka meninggal begitu saja. mayat mereka ditimbun di
dalam ruang kesehatan. Ada beberapa anak yang berhasil melalui penderitaan
hebat itu. Tapi jiwa dan pikiran mereka sudah kosong bagaikan mayat hidup.
“Suatu hari, para ilmuwan terkejut
karena anak-anak yang berhasil selamat dari percobaan itu, mengerti bahasa mereka.
Dan mereka mengajak para ilmuwan itu bermain Kagome-Kagome. Para ilmuwan yang
kontak langsung dengan mereka, akhirnya menjadi gila dan bunuh diri. Hanya satu
yang berhasil bertahan yaitu kepala penelitian.
“Dia melakukan eksperimen terakhir
kepada wanita dari pemilik panti asuhan ini. Sebelum membedah kepala-nya, dia
melecehkan tubuh-nya berulang kali di depan mayat suami-nya. Setelah puas, dia
membedah kepala-nya dengan mesin gergaji dan terlihat-lah otak-nya.
“Dia mengacak-acak otak wanita itu
hingga tubuh perempuan itu bereaksi dengan tidak normal. Setelah itu, dia
menyambungkan kembali tempurung kepala-nya. Sesuai yang dia harap-kan, wanita
itu selamat. Namun wanita itu menjadi liar dan membunuh ilmuwan tersebut.
ilmuwan itu berhasil menghancurkan rahang bawah wanita itu dengan senapan-nya.
Wanita itu tanpa ekspresi membantai ilmuwan itu , lalu membedah kepala-nya dan
memakan otak-nya dalam sekali lahap.”
Aku mendengar cerita tersebut dengan tubuh yang terus gemetar, lalu aku
menanyakan kenapa dia berhasil lolos dari serangan wanita itu.
Himawari tersenyum lalu dia berkata
“Tentu saja, karena aku berasal dari panti asuhan itu. Aku berhasil bertahan
dari uji coba itu. Lihat…”.
Sorot mata Himawari berubah menjadi
dingin, lalu dia tersenyum sembari berkata “Aku berbohong karena aku dilukai
oleh-nya. Sebenarnya luka ini sudah ada sejak lama loh…”
Aku langsung keluar dari dalam rumah
Himawari, ketika dia menunjukkan luka pada tangan-nya tidak sembuh-sembuh. Aku
bisa melihat tulang-nya dari luka lebar itu.
Semenjak saat itu, aku berhenti menjadi
penulis untuk selama-lama-nya. Belakangan aku mendengar bahwa Himawari sudah
meninggal beberapa puluh tahun yang lalu, jauh sebelum bertemu dengan-ku.
Satu hal yang menjadi misteri bagiku?
kenapa Himawari menolongku saat itu? pertanyaan itu masih belum terjawab hingga
saat ini.