STORY
17| IBU
Nama-ku Aya Mizuki, 16 tahun. Aku saat
ini sedang berada tahun kedua-ku di SMA FURIKANASHI. Pada akhir liburan musim
panas lalu, aku telah kehilangan mama-ku yang tewas dalam kecelakaan beruntun
ketika pulang kerja sore hari-nya.
Saat itu, aku sedang bertengkar hebat
dengan-nya hanya karena persoalan yang sepele. Ya, ibu-ku menolak atas
bantuan-ku dalam keperluan keseharian. Ibu-ku menolak dengan tegas ketika
berhubungan dengan bekerja paruh waktu sepulang sekolah.
Sebelum aku meminta maaf atas
kesalahan-ku, ibu-ku sudah pergi meninggalkan diriku sendirian. Semenjak Ayah
meninggal, Ibu selalu bekerja keras untuk memenuhi kehidupan aku dan adik-ku
yang masih bersekolah taman kanak-kanak.
Suatu hari, aku melihat Ayumu selalu
melihat ke sudut kamar-nya saat tengah malam. Ketika aku menanyakan apa yang
dia lihat , Ayumu malah tidak berani mengucapkan-nya dan selalu menggelengkan
kepala-nya.
Keanehan tidak hanya itu, Ayumu sering
mendekati-ku sambil menangis dan mata-nya selalu melihat sudut ruangan, entah
itu ruang tamu, dapur dan sebagainya. Biasanya, ketika Ayumu mendadak
ketakutan, ibu selalu memeluk-nya dan menyanyikan lagu kesukaan Ayumu hingga ia
tenang kembali.
Karena aku yang paling tua di rumah
saat ini, aku menggendong Ayumu dan mencoba melakukan hal yang sama seperti
almarhum ibu-ku. Aku tidak sebaik ibu namun sebagai Kakak, aku harus menjadi
pengganti ibu untuk Ayumu.
Ketika Ayumu sudah kembali tenang, aku
menanyakan apa yang terjadi sehingga dia selalu ketakutan saat melihat sudut
ruangan.
“A-chan, kenapa kau selalu ketakutan
melihat sudut itu sih? Coba deh kasih tahu kakak kenapa?”
“aku melihat seorang perempuan gepeng
sedang berdiri memperhatikan-ku… , kak aku takut…” kata Ayumu sembari memegang
tangan-ku dengan kuat.
“perempuan gepeng? Maksud A-chan itu
pengemis ya? Kok bisa masuk rumah sih? Malam hari lagi pula?” kata-ku
terheran-heran.
Ayumu kembali terdiam dan tidak mau
membicarakan apapun. Malam berikutnya, Aku mencoba mengecek kamar Ayumu untuk
membuktikan perkataan-nya benar atau tidak. Aku melihat Ayumu sudah tertidur
pulas, karena tidak mau mengganggu, aku hanya duduk disamping-nya sembari
menatap sudut ruangan kamar.
Hingga jam 12 malam, aku tidak melihat
perempuan gepeng yang dibicarakan oleh Ayumu. Tiba-tiba, Ayumu terbangun dan
melihat ke sudut ruang dekat meja belajar-nya.
Ayumu menjerit ketakutan dengan cepat
aku menghidupkan lampu dan segera memeluk-nya dengan kuat. Kali ini aku dapat
melihat apa yang dilihat oleh Ayumu. Di sudut kamar dekat meja belajar-nya,
seorang perempuan dengan tubuh yang sudah remuk berlumuran darah berdiri
melihat ke arah kami dengan tatapan mata yang kosong.
Kami berdua saling menatap perempuan
gepeng itu hingga tanpa sadar pagi sudah tiba. Aku bertanya-tanya kenapa ada
arwah yang mengerikan di dalam rumah ini. Aku mencoba meneliti lebih dalam
lagi, hingga aku kembali mengingat kejadian akhir musim panas lalu.
Ya, ibu-ku meninggal dunia terlindas
bersama dengan mobil yang dikendarai-nya. Mobil yang melindas-nya merupakan
mobil alat berat yang melesat begitu saja menghantam mobil yang ada di
depan-nya. Air mata-ku menetes tanpa aku sadari.
Ah, bodoh-nya aku. Kenapa aku harus
takut karena yang kami lihat tadi malam bukan orang asing, melainkan Ibu kami
yang selalu mengawasi Ayumu dengan baik. Aku teringat, perkataan ibu-ku jauh
sebelum kejadian mengerikan itu.
Ibu-ku berkata “apapun yang terjadi ibu
akan selalu mengawasi kalian… , karena ibu sangat sangat sayang kepada kalian berdua”.
Malam berikut-nya, sosok ibu-ku terus
memperhatikan kegiatan kami di dalam rumah. Setiap aku melihat sudut ruangan,
aku melihat arwah-nya berdiri mematung seolah-olah sedang mengawasi kami
berdua.
Beberapa hari kemudian aku mengajak
Ayumu mengunjungi makam keluarga dan meminta doa kepada dewa agar diberikan
jalan menuju ke Nirwarna agar dapat lahir kembali dan bergabung dengan kami
suatu saat nanti.
0 komentar:
Posting Komentar